Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial
yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi,
distribusi,
pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri
berasal dari kata Yunani “oikos” yang berarti
"keluarga,
rumah tangga" dan “nomos”, atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar
diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah
tangga."
Manusia
sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi
masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah
kenyataan bahwa kebutuhan
manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemenuhan kebutuhan manusia jumlahnya
terbatas.
Konsep Sosiologi Ekonomi
Sosiologi ekonomi adalah studi
tentang bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhannya atas jasa
dan barang langka dengan menggunakan pendekatan sosiologi. Dari pengertian ini,
maka sosiologi-ekonomi berkaitan dengan fenomena ekonomi dan pendekatan
sosiologis.
Yang dimaksud dengan fenomena
ekonomi adalah gejala bagaimana cara orang/masyarakat memenuhi kebutuhan
hidupnya atas barang dan jasa. Yakni semua aktivitas orang dan masyarakat yang
berkaitan dengan produksi, distribusi, pertukaran, konsumsi barang dan jasa.
Lebih rinci Swedberg menuliskan
fenomena ekonomi terdiri dari: konsumsi dan produksi, produktivitas dan inovasi
teknologi, pasar, kontrak, uang, tabungan, organisasi ekonomi, ekonomi
internasional, ekonomi dan masyarakat luas, dampak faktor gender dan etnik
terhadap ekonomi, kekuatan ekonomi, dan ideologi ekonomi.
Dalam pandangan sosiologi, ekonomi
merupakan bagian integral dari masyarakat. Sedangkan (studi) ekonomi hanya
menitikberatkan pada perhatiannya pada pasar dan ekonomi, sedangkan masyarakat
dipandang sebagai ‘outsider’. Oleh karena itu Weber menetapkan tiga unsur
ekonomi yang berbeda dari sosiologi-ekonomi, yaitu:
1.
Tindakan
ekonomi adalah sosial.
2.
Tindakan
ekonomi selalu mengandung makna.
3.
Tindakan
ekonomi selalu memperhatikan kekuasaan.
Tindakan
ekonomi itu sendiri adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling baik dan
paling menguntungkan. misalnya: Ibu memasak dengan kayu bakar karena harga
minyak tanah sangat mahal. Tindakan ekonomi terdiri atas dua aspek,
yaitu :
- Tindakan
ekonomi Rasional,
setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan
dan kenyataannya demikian.
- Tindakan
ekonomi Irrasional, setiap
usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan namun
kenyataannya tidak demikian.
Seiring dengan itu, sosiologi ekonomi memusatkan
perhatiannya pada tiga hal:
1.
Analisis
sosiologis terhadap proses ekonomi, misalnya dalam proses pembentukan harga
oleh para pelaku ekonomi. Secara alamiah harga ditentukan oleh peran mekanisme
pasar melalui keseimbangan antara pemintaan dan penawaran di pasar. Pada tataran
tertentu intervensi pemerintah dibutuhkan untuk menjaga stabilitas harga, yaitu
ketika terganggu tindakan distortif oleh para pelaku ekonomi yang sengaja ingin
mengacaukan harga pasar.
2.
Analisis
hubungan dan interaksi antara ekonomi dan instansi lain dari masyarakat,
misalnya hubungan antara ekonomi dengan agama. Contoh: sertifikasi halal yang
dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk setiap produk makanan dan minuman.
3.
Studi
tentang perubahan institusi dan parameter budaya yang menjadi konteks bagi
landasan ekonomi masyarakat, misalnya semangat kewirausahaan di kalangan
santri.
Jenis-jenis Masyarakat Ekonomi
Untuk dapat bertahan hidup, semua masyarakat harus
membangun sistem teknologi dan ekonomi. Teknologi dan ekonomi adalah dua bidang
yang sangat terkait dalam semua masyarakat, tetapi tidak berarti keduanya sama.
Teknologi suatu masyarakat terdiri atas peralatan, teknik, dan pengetahuan,
yang diciptakan anggotanya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan
mereka. Sedangkan ekonomi suatu masyarakat berisi cara-cara yang
diorganisasikan secara sosial, dengan cara tersebut barang dan jasa diproduksi
dan didistribusikan.
A.
Masyarakat
Praindustri.
Terdiri
dari lima kategori masyarakat praindustri, yakni: Masyarakat pemburu dan
peramu, masyarakat hortikultura sederhana, masyarakat holtikultura intensif,
masyarakat agraris, masyarakat pastoralis.
-
Masyarakat
pemburu dan peramu
Masyarakat Pemburu dan peramu adalah masyarakat yang
metode bertahan hidup utamanya ialah memburu
atau mengumpulkan dan meramu secara langsung
binatang dan tumbuh-tumbuhan liar yang dapat dimakan, tanpa usaha-usaha yang
nyata untuk membudidayakannya (domestikasi)
terlebih dahulu.
Karena
pemburu-peramu lebih merupakan pengumpul ketimbang penghasil makanan, mereka
harus mengembara ke wilayah geografis yang luas dalam usaha mencari makanan.
Dengan demikian, mereka umumnya nomadik, dan jarang membangun tempat
permanen.
Penemuan
teknologi masyarakat pemburu-peramu sangat terbatas. Alat dan senjata yang
digunakan secara langsung untuk menopang hidup umumnya terdiri dari tombak,
busur dan anak panah, jaring dan parangkap yang digunakan untuk berburu, dan
tongkat penggali untuk meramu. Alat-alat tersebut kasar dan sederhana, umumnya
terbuat dari batu, kayu, tulang, atau bahan alamiah lainnya. Biasanya hanya
sedikit atau tidak ada teknik untuk penyimpanan atau pemeliharaan, dan dengan
demikian, makanan biasanya dikonsumsi secara langsung atau dalam jangka waktu
yang pendek.
Masyarakat ini dicirikan: menopang hidupnya dengan cara
memburu binatang liar dan meramu tanaman liar, menjadi kaum pengembara
(nomadik), teknologi masyarakatnya masih sangat terbatas (tombak, busur, panah,
dll).
Masyarakat pemburu-peramu sangat dikenal dalam
hal kegagalan mereka menghasilkan surplus ekonomi, kelebihan barang melebihi
keperluan subsistensi. Banyak yang percaya bahwa hal ini disebabkan oleh
ketidakmampuan mereka melakukan itu, sebuah ketidakmampuan yang dikarenakan
kehidupan marginal dan genting. Penelitian kontemporer menunjukkan hal yang
sebaliknya. Para ilmuwan sosial sekarang pada umumnya setuju bahwa
kegagalan menghasilkan surplus disebabkan tidak adanya kebutuhan untuk itu.
Karena sumber daya alam selalu tersedia untuk diambil, maka alam itu sendiri
menjadi sejenis gudang yang sangat besar.
Contoh:
Masyarakat suku Hadza di Tanzania, Afrika. Mereka tidak bercocok tanam, tidak
memelihara ternak, dan hidup tanpa hukum ataupun kalender. Mereka hidup dengan
cara berburu dan meramu. Kehidupan seperti itu hanya sedikit berubah
dibandingkan 10.000 tahun silam. Mereka
kaum yang memang merdeka, tidak disibukkan dengan pekerjaan, bayar pajak,
ritual keagamaan, dan lain – lain. Saat lapar, mereka mencari makanan Babun ke
hutan dan membakarnya. Selain itu mereka juga adalah orang – orang yang tidak
diperbudak dengan uang. Transaksi mereka masih menggunakan sistem barter dengan
suku lain. Mereka tidak mengenal dollar atau mata uang lainnya.
-
Masyarakat
hortikultura sederhana
Mereka dicirikan: mengenal cara bercocok tanam dengan
cara tebas dan tanam (padi, gandum, dll) dalam konteks sekadar untuk memenuhi
kebutuhan hidup, tinggal menetap. Kebanyakan masyarakat hortikultura
sederhana tinggal di lingkungan berhutan lebat dan mempraktekkan teknik
penanaman yang dikenal dengan tebas-dan-bakar (biasa juga disebut ladang
berpindah). Teknik bertanam ini dimulai dengan penebasan sebidang hutan dan
kemudian membakar hasil tebasan yang sudah dikumpulkan. Abu yang tertinggal
berfungsi sebagai pupuk, dan biasanya tidak ada tambahan pupuk yang lain.
Kemudian bibit ditanam di ladang yang sudah dibersihkan ini (biasanya
besarnya tidak lebih dari satu are) dengan bantuan tongkat penggali, tongkat
panjang yang ujungnya tajam dan keras. Ladang yang telah ada mungkin ditanami
hanya dengan satu jenis bibit, tetapi praktik yang lebih umum adalah menanam
beberapa bibit tambahan di samping tanaman utama.
Tumbuhan yang ditanam sebagian besar
adalah tanaman yang dapat dimakan. Namun, sejumlah masyarakat tersebut juga
mempunyai binatang yang telah didomestikasikan. Babi yang telah
didomestikasikan, misalnya, terdapat di seluruh Melanesia. Tetapi kebanyakan
masyarakat hortikultura sederhana jarang mendomestikasikan binatang, dan
kelompok-kelompok banyak mengandalkan kegiatan berburu atau mencari ikan untuk
persediaan protein hewani mereka.
Masyarakat
hortikultura sederhana menghasilkan makanan yang lebih banyak untuk setiap
bidang tanah dibandingkan masyarakat pemburu dan peramu. Sebagian mereka bahkan
menghasilkan surplus ekonomi dalam jumlah kecil. Namun tidak dapat disimpulkan
dari kenyataan ini bahwa mereka menikmati standar hidup yang lebih tinggi.
-
Masyarakat
hortikultura intensif
Seperti masyarakat
hotikulutra sederhana, masyarakat hortikultura intensif menggantungkan hidupnya
pada hasil kebun sendiri, dan mereka menanam dengan metode tebas-dan-bakar.
Sebagian memelihara binatang ternak, karena tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidup dengan berburu dan menangkap ikan. Masyarakat hortikultura sederhana
umumnya membiarkan ladang mereka kosong sampai 20 atau 30 tahun sebelum
menanamnya kembali. Sebaliknya, masyarakat hortikultura intensif memperpendek
periode kosong menjadi sekitar 5 sampai 6 tahun. Kompensasi atas penurunan
kesuburan tanah karena ditanami lebih sering, masyarakat hortikultura intensif
selanjutnya memupuki tanah dengan menambahkan semacam humus atau pupuk
kandang.
Pemendekan
periode kosong menimbulkan efek yang nyata, yakni berubahnya hutan yang lebat
menjadi semak-semak. Tanah yang sudah dibersihkan dari semak-semak harus
dipersiapkan untuk ditanami dengan cara yang tidak perlu sesulit membersihkan
tanah dari hutan. Dengan demikian, kebanyakan masyarakat hortikultura intensif
telah menemukan atau menggunakan cangkul untuk mempersiapkan tanah untuk
ditanami.
Dibandingkan
dengan hortikultura sederhana, hortikultura intensif sangat produktif untuk
masing-masing unit ladang. Masyarakat hortikultura intensif, ternyata,
menghasilkan surplus ekonomi yang nyata, dan surplus ini digunakan untuk
menopang sekelompok orang yang tidak terlibat langsung dalam produksi
pertanian. Dalam banyak masyarakat hortikultura intensif, anggota kelas ini
dipandang, paling tidak secara teoritis, sebagai pemilik semua tanah, dan dalam
semua masyarakat semacam itu mereka mengarahkan banyak aktivitas ekonomi.
Standar hidup mereka lebih tinggi dari semua orang yang lainnya. Standar hidup
kebanyakan masyarakat hortikultura intensif sulit ditentukan, tetapi dapat dilihat
bahwa standar hidup mereka berbeda sedikit dari yang terdapat pada masyarakat
hortikulktura sederhana. Namun tidak boleh dilupakan bahwa masyarakat
hortikultura intensif bekerja lebih keras hanya untuk mencapai hasil material
yang kurang lebih sama.
-
Masyarakat
agraris
Masyarakat agraris menyandarkan hidup kepada pertanian
murni. Tanah dibersihkan dari semua tanaman dan ditanami dengan menggunakan
bajak dan binatang-binatang dipergunakan untuk menarik bajak. Ladang dipupuk
secara besar-besaran, terutama dengan pupuk kandang. Ketika tanah ditanami
dengan cara ini, maka ia dapat dipergunakan secara agak berkesinambungan.
Dengan demikian, periode kosong sangat pendek atau bahkan tidak ada lagi. Para
petani sering menanami sebidang tanah tertentu setiap tahun, dan dalam beberapa
kasus, panen dapat dipungut dari ladang yang sama lebih dari sekali dalam
setahun.
Kebanyakan anggota masyarakat agraris adalah
para petani (peasants). Mereka adalah produsen
utama, orang yang menanami ladang, dari hari ke hari. Eric Wolf (1966) menyebut
mereka penanam tergantung (dependent cuktivator),
karena mereka berada dalam hubungan ketergan-tungan politik ekonomi atau
subordinat kepada para pemilik tanah. Mereka sendiri seringkali tidak punya
tanah, tetapi hanya dibolehkan memakai. Dalam pengertian ini, mereka hanyalah
para penyewa tanah. Dalam kasus di mana para petani mempunyai tanah sendiri,
mereka jauh dari penguasaan penuh atas nasib produk dari tanah mereka. Tetapi
tidak semua produsen utama dalam masyarakat agraris adalah petani. Sebagian
adalah para budak. Budak berbeda dari petani, karena mereka secara hukum
dimiliki dan dapat diperjualbelikan. Dalam sebagian masyarakat agraris,
misalnya di Romawi dan Yunani Kuno, para budak melebihi jumlah petani.
-
Masyarakat
pastoralis
Mereka menggantungkan hidup pada penggembalaan ternak
di daerah kering dan semi kering yang tidak cocok untuk ditanami. Masyarakat
pastoralis menggantungkan kehidupannya kepada sekumpulan binatang gembalaan.
Mereka menggembalakan sekumpulan binatang sepanjang tahun, dan berpindah
secara musiman bersama kumpulan gembala/ternak mereka untuk mencari padang
rumput (pasture). Karena itulah mereka
dinamakan nomadisme pastoralis. Binatang yang paling umum dipelihara adalah
biri-biri, kambing, onta, sapi, dan kadang-kadang rusa kutub. Sebagian kelompok
pastoralis menggantungkan hidup mereka hanya pada satu spesies binatang,
sementara yang lain memelihara beberapa spesies.
Sebagian masyarakat pastoralis, yang kadang-kadang
disebut masyarakat pastoralis “sejati”, tidak melaksanakan aktivitas pertanian
sama sekali. Kelompok-kelompok ini memperoleh produk pertanian melalui hubungan
dagang dengan tetangga mereka yang menjalankan pertanian. Namun, tidak jarang
terjadi kelompok pastoralis juga menjalankan pertanian untuk melengkapi
makanan yang diperoleh dari peternakan binatang mereka; tetapi ini selalu
sangat bersifat sekunder di samping kegiatan menggembala.
B.
Masyarakat
Pra-Kapitalis
Masyarakat pra-kapitalis diorganisasikan melalui
berbagai aktivitas dalam produksi barang yang lebih diarahkan pada nilai
gunanya. Dalam hal ini, barang diproduksi untuk dikonsumsi, bukan untuk ditukar
dengan barang lain. Sementara dalam masyarakat kapitalis modern, barang
diproduksi terutama diarahkan pada nilai tukarnya.
Pasar sudah terdapat dalam masyarakat pra-kapitalis
tetapi tidak mendominasi aktivitas ekonomi. Dalam berbagai aktivitas ekonomi,
pasar diorganisasikan dengan cara yang berbeda dengan ekonomi pasar kapitalisme
yang modern dan rumit. Rasionalitas yang luar biasa pada kapitalisme modern umumnya tidak terdapat pada sistem
ekonomi prakapitalis.
Dalam masyarakat prakapitalis ada empat pola
kepemilikan:
Pertama, komunisme primitif. Pada pertengahan abah
XIX, Karl Marx berspekulasi bahwa pola kehidupan ekonomi paling awal dalam
sejarah manusia adalah apa yang diistilahkannya sebagai komunisme primitif.
Dengan istilah ini, yang dimaksud Marx adalah suatu jenis masyarakat,
yang untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya dengan berburu dan meramu
atau bentuk-bentuk pertanian sederhana, dan semua sumber daya alam yang penting
dimiliki secara bersama. Pemilikan peribadi atas berbagai sumber daya oleh
individu atau kelompok kecil tidak ada dalam jenis masyarakat ini.
Kedua, pemilikan keluarga besar. Pemilikan oleh
keluarga besar serupa dengan komunisme primitif dalam hal bahwa keduanya bukan
merupakan bentuk pemilikan kekayaan pribadi. Kekayaan masih dimiliki dan
digunakan secara bersama. Tetapi ada perbedaan penting antara komunisme
primitif dan pemilikan oleh keluarga besar. Pemilikan oleh keluarga besar
lebih eksklusif atau lebih terbatas karena membuat pemilikan dan
penggunaan sumber daya berharga bergantung kepada keanggotaan kelompok
keluarga. Dalam berbagai masyarakat yang menganut pemilikan oleh keluarga
besar, tidak semua anggota masyarakat mempunyai akses yang sama terhadap
kekuatan-kekutan produksi, walaupun semua anggota adalah anggota keluarga besar
yang sama. Dengan demikian, pemilikan oleh keluarga besar selangkah
meninggalkan komunisme primitif dan menuju kepada pemilikan pribadi. Namun, ia
lebih dekat dengan komunisme primitif daripada dengan pemilikan pribadi, karena
dalam pemilikan oleh keluarga besar yang sebenarnya, para anggota keluarga
besar itu sendiri mempunyai akses yang relatif sama terhadap sumber daya.
Ketiga, pemilikan oleh pemimpin. Pemilikan oleh
pemimpin muncul ketika seorang individu yang kuat –seorang pemimpin—yang
merupakan pemimpin keluarga besar, atau seluruh desa, atau jaringan desa-desa
yang luas, menyatakan pemilikan pribadi atas tanah yang ada dalam kekuasaannya
dan berusaha menggusur hak-hak menggunakan tanah pada orang-orang yang hidup di
atasnya. Untuk menggunakan tanah, orang-orang ini harus mengikuti
batasan-batasan produksi tertentu, seperti menyerahkan sebagian hasil panen
mereka kepada pimpinannya.
Keempat, pemilik Seigneurial. Pemilikan seigneurial muncul manakala
sekelompok kecil orang, umumnya dikenal sebagai tuan tanah (bahasa
Prancisnya: seignuers),
mengkalim pemilikan pribadi atas sebidang tanah yang di atasnya hidup dan
bekerja para petani dan budak yang membayar rente, pajak, dan berbagai
pengabdian tenaga kepada para tuan tanahnya. Tidak ada hal yang dibuat-buat
dalam hal jenis pemilikan ini, karena para tuan tanah mempunyai kekuasaan tak
terbatas terhadap orang lain dalam memanfaatkan tanah, dan orang tersebut
seringkali tidak menentukan keputusan harian tentang bagaimana
tanah harus dipergunakan secara produktif. Dalam jenis pemilikan ini, tanah
dimiliki secara pribadi oleh kelas tuan tanah yang mewarisinya melalui garis
keluarga dan secara pribadi mengatur penanamannya.
Stratifikasi Sosial Muncul Masyarakat
Agraris
Stratifikasi sosial muncul karena
ketidaksamaan status dalam masyarakat. Perbedaan status ini kemudian
menempatkan manusia pada starata yang berbeda. Stratifikasi dapat didasarkan
pada kekayaan, kehormatan, kekuasaan, dan ilmu pengetahuan.
Salah satu ciri menonjol dalam
masyarakat agraris adalah adanya gap antara kelas dominan dengan subordinatnya.
Karena itu, masyarakat agraris adalah masyarakat yang paling terstratifikasi di
antara seemua masyarakat pra-industri.
Sistem stratifikasi agraris secara
umum terdiri dari beberapa kelas, yakni:
1.
Kelas
Elit Ekonomi Politik (penguasa dan tuan tanah)
Dalam masyarakat agraris, pemerintah yang
terdiri dari raja, penguasa, dan sejenisnya, adalah orang yang secara resmi
menjadi pemimpin politik. Keluas penguasa terdiri dari mereka yang memiliki
tanah dan memperoleh keuntungan dari kepemilikan tersebut. Mereka umumnya
merupakan tuan-tuan tanah yang sekaligus penguasa politik. Kelas ini menikmati kekuasaan
yang besar, hak-hak istimewa, dan prestise yang tinggi disbanding kelas-kelas
lainnya. Surplus ekonomi hamper dapat dipastikan mengalir ke tangan elit
ekonomi-politik, sehingga penguasa dalam
masyarakat agraris umumnya memiliki kekayaan yang besar sekali.
2.
Kelas Pengabdi
Di bawah kelas penguasa dan pemerintah
adalah kelas pengabdi, terdiri dari para fungsionaris seperti pegawai
pemerintahan, tentara, dan personil-personil lainnya yang mengabdi secara
langsung kepada penguasa dan pemerintah, seperti para penyewa.
Mereka menjadi penghubung antara elit
dengan massa, termasuk mentransfer
surplus ekonomi kepada kelas penguasa dan pemerintah. Kelas pengabdi ini
rata-rata menyumbangkan keuntungan yang besar kepada atasan mereka.
3.
Kelas
pedagang
Pedagang merupakan bagian terpenting dari
perekonomian masyarakat agraris. Mereka
diperlukan oleh kelompok elit karena dapat menyediakan barang-barang mewah.
4.
Kelas
rohaniawan
Meski dalam masyarakat agraris kelas
rohaniawan terstratifikasi secara internal, tetapi umumnya mereka mempunyai
kedudukan istimewa. Mereka mempunyai hubungan yang dekat dengan kelas pengusaha
dan pemerintah terutama dalam mendukung kebijakan-kebijakan pengusaha dan
pemerintah.
5.
Kelas
petani
Mayoritas masyarakat agraris adalah petani
tetapi kedudukan mereka rendah. Sistem memaksa mereka untuk bekerja keras
seharian untuk kepentingan penguasa dan Negara.
6.
Kelas
seniman
Seniman atau mengrajin umumnya bertasal
dari para petani yang telah kehilangan hak milik. Pendapatannya biasanya lebih
buruk dari pendapatan petani.
7.
Kelas
‘sampah masyarakat’
Mereka terdiri dari para pengemis, pencuri, pelanggar
hukum, dan orang-orang yang berada dalam belas kasihan orang.
Stratifikasi Sosial Masyarakat Industri
Walaupun memiliki tingkat
stratifikasi yang lebih rendah dibandingkan masyarakat agraris, masyarakat
industri modern tetap memiliki karakteristik stratifikasi yang ekstrem. Pendekatan
konvensional dalam analisis Daniel Rossidies mengungkapkan adanya lima kelas
mayoritas di Amerika Serikat:
1.
Kelas
atas; terdiri dari keluarga kaya dan berkuasa yang diperolehnya secara turun
menurun. Mereka menduduki jabatan-jabatan kunci dalam perusahaan, menikmati
prestise tinggi dan sangat berorientasi pada budaya konsumksi simbolis elit
seperti musik dan kesenian lainnya.
2.
Kelas menengah atas; terdiri dari manajer
bisnis, para professional, dan pejabat sipil dan militer. Anggotanya
berpenghasilan tinggi dan menghimpun kekayaan melalui investasi dan tabungan.
3.
Kelas
menengah bawah; terdiri dari pengusaha kecil, professional rendahan,salesman,
dan karyawan. Pendapatan mereka umumnya adalah sedang dan hanya dapat menabung sedikit.
4.
Kelas
Pekerja; umumnya sebagai pekerja terampil dan tanpa keterampilan. Kelompok ini
umumnya memiliki angka pengangguran yang tinggi, tidak memiliki tabungan, dan
prestisenya rendah.
5.
Kelas
Bawah; terdiri dari orang-orang yang hidup dalam kemiskinan, misalnya
penganhgguran, penganggur tak kentara, ibu-ibu telantar, dan orang miskin
sakit-sakitan. Kelompok ini menderita karena tekanan ekonomi dan memiliki
prestise sosial yang rendah. Sering dianggap sampah masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar