Senin, 30 Juli 2012

sosiologi ekonomi


Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunanioikos” yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan “nomos”, atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga."
Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemenuhan kebutuhan manusia jumlahnya terbatas.

Konsep Sosiologi Ekonomi
            Sosiologi ekonomi adalah studi tentang bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhannya atas jasa dan barang langka dengan menggunakan pendekatan sosiologi. Dari pengertian ini, maka sosiologi-ekonomi berkaitan dengan fenomena ekonomi dan pendekatan sosiologis.
            Yang dimaksud dengan fenomena ekonomi adalah gejala bagaimana cara orang/masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya atas barang dan jasa. Yakni semua aktivitas orang dan masyarakat yang berkaitan dengan produksi, distribusi, pertukaran, konsumsi barang dan jasa.
            Lebih rinci Swedberg menuliskan fenomena ekonomi terdiri dari: konsumsi dan produksi, produktivitas dan inovasi teknologi, pasar, kontrak, uang, tabungan, organisasi ekonomi, ekonomi internasional, ekonomi dan masyarakat luas, dampak faktor gender dan etnik terhadap ekonomi, kekuatan ekonomi, dan ideologi ekonomi.
            Dalam pandangan sosiologi, ekonomi merupakan bagian integral dari masyarakat. Sedangkan (studi) ekonomi hanya menitikberatkan pada perhatiannya pada pasar dan ekonomi, sedangkan masyarakat dipandang sebagai ‘outsider’. Oleh karena itu Weber menetapkan tiga unsur ekonomi yang berbeda dari sosiologi-ekonomi, yaitu:
1.      Tindakan ekonomi adalah sosial.
2.      Tindakan ekonomi selalu mengandung makna.
3.      Tindakan ekonomi selalu memperhatikan kekuasaan.
Tindakan ekonomi itu sendiri adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan. misalnya: Ibu memasak dengan kayu bakar karena harga minyak tanah sangat mahal. Tindakan ekonomi terdiri atas dua aspek, yaitu :
  • Tindakan ekonomi Rasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan dan kenyataannya demikian.
  • Tindakan ekonomi Irrasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan namun kenyataannya tidak demikian.

Seiring dengan itu, sosiologi ekonomi memusatkan perhatiannya pada tiga hal:
1.      Analisis sosiologis terhadap proses ekonomi, misalnya dalam proses pembentukan harga oleh para pelaku ekonomi. Secara alamiah harga ditentukan oleh peran mekanisme pasar melalui keseimbangan antara pemintaan dan penawaran di pasar. Pada tataran tertentu intervensi pemerintah dibutuhkan untuk menjaga stabilitas harga, yaitu ketika terganggu tindakan distortif oleh para pelaku ekonomi yang sengaja ingin mengacaukan harga pasar.
2.      Analisis hubungan dan interaksi antara ekonomi dan instansi lain dari masyarakat, misalnya hubungan antara ekonomi dengan agama. Contoh: sertifikasi halal yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI)  untuk setiap produk makanan dan minuman.
3.      Studi tentang perubahan institusi dan parameter budaya yang menjadi konteks bagi landasan ekonomi masyarakat, misalnya semangat kewirausahaan di kalangan santri.

Jenis-jenis Masyarakat Ekonomi
Untuk dapat bertahan hidup, semua masyarakat harus membangun sistem teknologi dan ekonomi. Teknologi dan ekonomi adalah dua bidang yang sangat terkait dalam semua masyarakat, tetapi tidak berarti keduanya sama. Teknologi suatu masyarakat terdiri atas peralatan, teknik, dan pengetahuan, yang diciptakan anggotanya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan mereka. Sedangkan ekonomi suatu masyarakat berisi cara-cara yang diorganisasikan secara sosial, dengan cara tersebut barang dan jasa diproduksi dan didistribusikan.

A.      Masyarakat Praindustri.
Terdiri dari lima kategori masyarakat praindustri, yakni: Masyarakat pemburu dan peramu, masyarakat hortikultura sederhana, masyarakat holtikultura intensif, masyarakat agraris, masyarakat pastoralis.
-          Masyarakat pemburu dan peramu
Masyarakat Pemburu dan peramu adalah masyarakat yang metode bertahan hidup utamanya ialah memburu atau mengumpulkan dan meramu secara langsung binatang dan tumbuh-tumbuhan liar yang dapat dimakan, tanpa usaha-usaha yang nyata untuk membudidayakannya (domestikasi) terlebih dahulu. 
Karena pemburu-peramu lebih merupakan pengumpul ketimbang penghasil makanan, mereka harus mengembara ke wilayah geografis yang luas dalam usaha mencari makanan. Dengan demikian, mereka umumnya  nomadik, dan jarang membangun tempat permanen.
Penemuan teknologi masyarakat pemburu-peramu sangat terbatas. Alat dan senjata yang digunakan secara langsung untuk menopang hidup umumnya terdiri dari tombak, busur dan anak panah, jaring dan parangkap yang digunakan untuk berburu, dan tongkat penggali untuk meramu. Alat-alat tersebut kasar dan sederhana, umumnya terbuat dari batu, kayu, tulang, atau bahan alamiah lainnya. Biasanya hanya sedikit atau tidak ada teknik untuk penyimpanan atau pemeliharaan, dan dengan demikian, makanan biasanya dikonsumsi secara langsung atau dalam jangka waktu yang pendek.
Masyarakat ini  dicirikan: menopang hidupnya dengan cara memburu binatang liar dan meramu tanaman liar, menjadi kaum pengembara (nomadik), teknologi masyarakatnya masih sangat terbatas (tombak, busur, panah, dll).
Masyarakat pemburu-peramu sangat dikenal dalam  hal kegagalan mereka menghasilkan surplus ekonomi, kelebihan barang melebihi keperluan subsistensi. Banyak yang percaya bahwa hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan mereka melakukan itu, sebuah ketidakmampuan yang dikarenakan kehidupan marginal dan genting. Penelitian kontemporer menunjukkan hal yang sebaliknya. Para ilmuwan sosial sekarang  pada umumnya setuju bahwa kegagalan menghasilkan surplus disebabkan tidak adanya kebutuhan untuk itu. Karena sumber daya alam selalu tersedia untuk diambil, maka alam itu sendiri menjadi sejenis gudang yang sangat besar.
Contoh: Masyarakat suku Hadza di Tanzania, Afrika. Mereka tidak bercocok tanam, tidak memelihara ternak, dan hidup tanpa hukum ataupun kalender. Mereka hidup dengan cara berburu dan meramu. Kehidupan seperti itu hanya sedikit berubah dibandingkan 10.000 tahun silam.  Mereka kaum yang memang merdeka, tidak disibukkan dengan pekerjaan, bayar pajak, ritual keagamaan, dan lain – lain. Saat lapar, mereka mencari makanan Babun ke hutan dan membakarnya. Selain itu mereka juga adalah orang – orang yang tidak diperbudak dengan uang. Transaksi mereka masih menggunakan sistem barter dengan suku lain. Mereka tidak mengenal dollar atau mata uang lainnya.

-          Masyarakat hortikultura sederhana
Mereka dicirikan: mengenal cara bercocok tanam dengan cara tebas dan tanam (padi, gandum, dll) dalam konteks sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup, tinggal menetap. Kebanyakan  masyarakat hortikultura sederhana tinggal di lingkungan berhutan lebat dan mempraktekkan teknik penanaman yang dikenal dengan tebas-dan-bakar  (biasa juga disebut ladang berpindah). Teknik bertanam ini dimulai dengan penebasan sebidang hutan dan kemudian membakar hasil tebasan yang sudah dikumpulkan. Abu yang tertinggal berfungsi sebagai pupuk, dan biasanya tidak ada tambahan pupuk yang lain.  Kemudian bibit ditanam di ladang yang sudah dibersihkan ini  (biasanya besarnya tidak lebih dari satu are) dengan bantuan tongkat penggali, tongkat panjang yang ujungnya tajam dan keras. Ladang yang telah ada mungkin ditanami hanya dengan satu jenis bibit, tetapi praktik yang lebih umum adalah menanam beberapa bibit tambahan di samping tanaman utama.
            Tumbuhan yang ditanam sebagian besar adalah tanaman yang dapat dimakan. Namun, sejumlah masyarakat tersebut juga mempunyai binatang yang telah didomestikasikan. Babi yang telah didomestikasikan, misalnya, terdapat di seluruh Melanesia. Tetapi kebanyakan masyarakat hortikultura sederhana jarang mendomestikasikan binatang, dan kelompok-kelompok banyak mengandalkan kegiatan berburu atau mencari ikan untuk persediaan protein hewani mereka.
Masyarakat hortikultura sederhana menghasilkan makanan yang lebih banyak untuk setiap bidang tanah dibandingkan masyarakat pemburu dan peramu. Sebagian mereka bahkan menghasilkan surplus ekonomi dalam jumlah kecil. Namun tidak dapat disimpulkan dari kenyataan ini bahwa mereka menikmati standar hidup yang lebih tinggi.

-          Masyarakat hortikultura intensif
Seperti masyarakat hotikulutra sederhana, masyarakat hortikultura intensif menggantungkan hidupnya pada hasil kebun sendiri, dan mereka menanam dengan metode tebas-dan-bakar. Sebagian memelihara binatang ternak, karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dengan berburu dan menangkap ikan. Masyarakat hortikultura sederhana umumnya membiarkan ladang mereka kosong sampai 20 atau 30 tahun sebelum menanamnya kembali. Sebaliknya, masyarakat hortikultura intensif memperpendek periode kosong menjadi sekitar 5 sampai 6 tahun. Kompensasi atas penurunan kesuburan tanah karena ditanami lebih sering, masyarakat hortikultura intensif selanjutnya memupuki tanah dengan menambahkan  semacam humus atau pupuk kandang.
Pemendekan periode kosong menimbulkan efek yang nyata, yakni berubahnya hutan yang lebat menjadi semak-semak. Tanah yang sudah dibersihkan dari semak-semak harus dipersiapkan untuk ditanami dengan cara yang tidak perlu sesulit membersihkan tanah dari hutan. Dengan demikian, kebanyakan masyarakat hortikultura intensif telah menemukan atau menggunakan cangkul untuk mempersiapkan tanah untuk ditanami.
Dibandingkan dengan hortikultura sederhana, hortikultura intensif sangat produktif untuk masing-masing unit ladang.  Masyarakat hortikultura intensif, ternyata, menghasilkan surplus ekonomi yang nyata, dan surplus ini digunakan untuk menopang sekelompok orang yang tidak terlibat langsung dalam produksi pertanian. Dalam banyak masyarakat hortikultura intensif, anggota kelas ini dipandang, paling tidak secara teoritis, sebagai pemilik semua tanah, dan dalam semua masyarakat semacam itu mereka mengarahkan banyak aktivitas ekonomi.  Standar hidup mereka lebih tinggi dari semua orang yang lainnya. Standar hidup kebanyakan masyarakat hortikultura intensif sulit ditentukan, tetapi dapat dilihat bahwa standar hidup mereka berbeda sedikit dari yang terdapat pada masyarakat hortikulktura sederhana. Namun tidak boleh dilupakan bahwa masyarakat hortikultura intensif bekerja lebih keras hanya untuk mencapai hasil material yang kurang lebih sama.

-          Masyarakat agraris
Masyarakat agraris menyandarkan hidup kepada pertanian murni. Tanah dibersihkan dari semua tanaman dan ditanami dengan menggunakan bajak dan binatang-binatang dipergunakan untuk menarik bajak. Ladang dipupuk secara besar-besaran, terutama dengan pupuk kandang. Ketika tanah ditanami dengan cara ini, maka ia  dapat dipergunakan secara agak berkesinambungan. Dengan demikian, periode kosong sangat pendek atau bahkan tidak ada lagi. Para petani sering menanami sebidang tanah tertentu setiap tahun, dan dalam beberapa kasus, panen dapat dipungut dari ladang yang sama lebih dari sekali dalam setahun.
Kebanyakan  anggota masyarakat agraris adalah para petani (peasants). Mereka adalah produsen utama, orang yang menanami ladang, dari hari ke hari. Eric Wolf (1966) menyebut mereka penanam tergantung (dependent cuktivator), karena mereka berada dalam hubungan ketergan-tungan politik ekonomi atau subordinat kepada para pemilik tanah. Mereka sendiri seringkali tidak punya tanah, tetapi hanya dibolehkan memakai. Dalam pengertian ini, mereka hanyalah para penyewa tanah. Dalam kasus di mana para petani mempunyai tanah sendiri, mereka jauh dari penguasaan penuh atas nasib produk dari tanah mereka. Tetapi tidak semua produsen utama dalam masyarakat agraris adalah petani. Sebagian adalah para budak. Budak berbeda dari petani, karena mereka secara hukum dimiliki dan dapat diperjualbelikan. Dalam sebagian masyarakat agraris, misalnya di Romawi dan Yunani Kuno, para budak melebihi jumlah petani.


-          Masyarakat pastoralis
Mereka menggantungkan hidup pada penggembalaan ternak di daerah kering dan semi kering yang tidak cocok untuk ditanami. Masyarakat pastoralis menggantungkan kehidupannya kepada sekumpulan binatang gembalaan. Mereka menggembalakan sekumpulan  binatang sepanjang tahun, dan berpindah secara musiman bersama kumpulan gembala/ternak mereka untuk mencari padang rumput (pasture). Karena itulah mereka dinamakan nomadisme pastoralis. Binatang yang paling umum dipelihara adalah biri-biri, kambing, onta, sapi, dan kadang-kadang rusa kutub. Sebagian kelompok pastoralis menggantungkan hidup mereka hanya pada satu spesies binatang, sementara yang lain memelihara beberapa spesies.
Sebagian masyarakat pastoralis, yang kadang-kadang disebut masyarakat pastoralis “sejati”, tidak melaksanakan aktivitas pertanian sama sekali. Kelompok-kelompok ini memperoleh produk pertanian melalui hubungan dagang dengan tetangga mereka yang menjalankan pertanian. Namun, tidak jarang terjadi kelompok pastoralis juga  menjalankan pertanian untuk melengkapi makanan yang diperoleh  dari peternakan binatang mereka; tetapi ini selalu sangat bersifat sekunder di samping kegiatan menggembala.

B.      Masyarakat Pra-Kapitalis
Masyarakat pra-kapitalis diorganisasikan melalui berbagai aktivitas dalam produksi barang yang lebih diarahkan pada nilai gunanya. Dalam hal ini, barang diproduksi untuk dikonsumsi, bukan untuk ditukar dengan barang lain. Sementara dalam masyarakat kapitalis modern, barang diproduksi terutama diarahkan pada nilai tukarnya.
Pasar sudah terdapat dalam masyarakat pra-kapitalis tetapi tidak mendominasi aktivitas ekonomi. Dalam berbagai aktivitas ekonomi, pasar diorganisasikan dengan cara yang berbeda dengan ekonomi pasar kapitalisme yang modern dan rumit. Rasionalitas yang luar biasa pada kapitalisme  modern umumnya tidak terdapat pada sistem ekonomi prakapitalis.
Dalam masyarakat prakapitalis ada empat pola kepemilikan:
Pertama, komunisme primitif. Pada pertengahan abah XIX, Karl Marx berspekulasi bahwa pola kehidupan ekonomi paling awal dalam sejarah manusia adalah apa yang diistilahkannya sebagai komunisme primitif. Dengan istilah ini, yang dimaksud Marx adalah  suatu jenis masyarakat, yang untuk memenuhi kebutuhan  subsistensinya dengan berburu dan meramu atau bentuk-bentuk pertanian sederhana, dan semua sumber daya alam yang penting dimiliki secara bersama. Pemilikan peribadi atas berbagai sumber daya oleh individu atau kelompok kecil tidak ada dalam jenis masyarakat ini.
Kedua, pemilikan keluarga besar. Pemilikan oleh keluarga besar serupa dengan komunisme primitif dalam hal bahwa keduanya bukan merupakan bentuk pemilikan kekayaan pribadi. Kekayaan masih dimiliki dan digunakan secara bersama. Tetapi ada perbedaan penting antara komunisme primitif dan pemilikan oleh keluarga besar. Pemilikan  oleh keluarga besar lebih eksklusif  atau lebih terbatas karena membuat pemilikan dan penggunaan sumber daya berharga  bergantung kepada keanggotaan kelompok keluarga. Dalam berbagai masyarakat yang menganut pemilikan oleh keluarga besar, tidak semua anggota masyarakat mempunyai akses yang sama terhadap kekuatan-kekutan produksi, walaupun semua anggota adalah anggota keluarga besar yang sama. Dengan demikian, pemilikan oleh keluarga besar selangkah meninggalkan komunisme primitif dan menuju kepada pemilikan pribadi. Namun, ia lebih dekat dengan komunisme primitif daripada dengan pemilikan pribadi, karena dalam pemilikan oleh keluarga besar yang sebenarnya, para anggota keluarga besar itu sendiri mempunyai akses yang relatif sama terhadap sumber daya.
Ketiga, pemilikan oleh pemimpin. Pemilikan oleh pemimpin muncul ketika seorang individu yang kuat –seorang pemimpin—yang merupakan pemimpin keluarga besar, atau seluruh desa, atau jaringan desa-desa yang luas, menyatakan pemilikan pribadi atas tanah yang ada dalam kekuasaannya dan berusaha menggusur hak-hak menggunakan tanah pada orang-orang yang hidup di atasnya. Untuk menggunakan tanah, orang-orang ini harus mengikuti batasan-batasan produksi tertentu, seperti menyerahkan sebagian hasil panen mereka kepada pimpinannya.
Keempat, pemilik Seigneurial. Pemilikan seigneurial muncul manakala sekelompok kecil orang, umumnya dikenal sebagai tuan tanah (bahasa Prancisnya:  seignuers), mengkalim pemilikan pribadi atas sebidang tanah yang di atasnya hidup dan bekerja para petani dan budak yang membayar rente, pajak, dan berbagai pengabdian tenaga kepada para tuan tanahnya. Tidak ada hal yang dibuat-buat dalam hal jenis pemilikan ini, karena para tuan tanah mempunyai kekuasaan tak terbatas terhadap orang lain dalam memanfaatkan tanah, dan orang tersebut seringkali tidak menentukan  keputusan harian  tentang bagaimana tanah harus dipergunakan secara produktif. Dalam jenis pemilikan ini, tanah dimiliki secara pribadi oleh kelas tuan tanah yang mewarisinya melalui garis keluarga dan secara pribadi mengatur penanamannya.

Stratifikasi Sosial Muncul Masyarakat Agraris
            Stratifikasi sosial muncul karena ketidaksamaan status dalam masyarakat. Perbedaan status ini kemudian menempatkan manusia pada starata yang berbeda. Stratifikasi dapat didasarkan pada kekayaan, kehormatan, kekuasaan, dan ilmu pengetahuan.
            Salah satu ciri menonjol dalam masyarakat agraris adalah adanya gap antara kelas dominan dengan subordinatnya. Karena itu, masyarakat agraris adalah masyarakat yang paling terstratifikasi di antara seemua masyarakat pra-industri.
            Sistem stratifikasi agraris secara umum terdiri dari beberapa kelas, yakni:
1.      Kelas Elit Ekonomi Politik (penguasa dan tuan tanah)
Dalam masyarakat agraris, pemerintah yang terdiri dari raja, penguasa, dan sejenisnya, adalah orang yang secara resmi menjadi pemimpin politik. Keluas penguasa terdiri dari mereka yang memiliki tanah dan memperoleh keuntungan dari kepemilikan tersebut. Mereka umumnya merupakan tuan-tuan tanah yang sekaligus penguasa politik. Kelas ini menikmati kekuasaan yang besar, hak-hak istimewa, dan prestise yang tinggi disbanding kelas-kelas lainnya. Surplus ekonomi hamper dapat dipastikan mengalir ke tangan elit ekonomi-politik, sehingga  penguasa dalam masyarakat agraris umumnya memiliki kekayaan yang besar sekali.

2.      Kelas Pengabdi
Di bawah kelas penguasa dan pemerintah adalah kelas pengabdi, terdiri dari para fungsionaris seperti pegawai pemerintahan, tentara, dan personil-personil lainnya yang mengabdi secara langsung kepada penguasa dan pemerintah, seperti para penyewa.
Mereka menjadi penghubung antara elit dengan massa, termasuk mentransfer  surplus ekonomi kepada kelas penguasa dan pemerintah. Kelas pengabdi ini rata-rata menyumbangkan keuntungan yang besar kepada atasan mereka.

3.      Kelas pedagang
Pedagang merupakan bagian terpenting dari perekonomian masyarakat agraris.  Mereka diperlukan oleh kelompok elit karena dapat menyediakan barang-barang mewah.

4.      Kelas rohaniawan
Meski dalam masyarakat agraris kelas rohaniawan terstratifikasi secara internal, tetapi umumnya mereka mempunyai kedudukan istimewa. Mereka mempunyai hubungan yang dekat dengan kelas pengusaha dan pemerintah terutama dalam mendukung kebijakan-kebijakan pengusaha dan pemerintah.

5.      Kelas petani
Mayoritas masyarakat agraris adalah petani tetapi kedudukan mereka rendah. Sistem memaksa mereka untuk bekerja keras seharian untuk kepentingan penguasa dan Negara.

6.      Kelas seniman
Seniman atau mengrajin umumnya bertasal dari para petani yang telah kehilangan hak milik. Pendapatannya biasanya lebih buruk dari pendapatan petani.

7.      Kelas ‘sampah masyarakat’
Mereka terdiri dari para pengemis, pencuri, pelanggar hukum, dan orang-orang yang berada dalam belas kasihan orang.

Stratifikasi Sosial Masyarakat Industri
            Walaupun memiliki tingkat stratifikasi yang lebih rendah dibandingkan masyarakat agraris, masyarakat industri modern tetap memiliki karakteristik stratifikasi yang ekstrem. Pendekatan konvensional dalam analisis Daniel Rossidies mengungkapkan adanya lima kelas mayoritas di Amerika Serikat:
1.      Kelas atas; terdiri dari keluarga kaya dan berkuasa yang diperolehnya secara turun menurun. Mereka menduduki jabatan-jabatan kunci dalam perusahaan, menikmati prestise tinggi dan sangat berorientasi pada budaya konsumksi simbolis elit seperti musik dan kesenian lainnya.
2.       Kelas menengah atas; terdiri dari manajer bisnis, para professional, dan pejabat sipil dan militer. Anggotanya berpenghasilan tinggi dan menghimpun kekayaan melalui investasi dan tabungan.
3.      Kelas menengah bawah; terdiri dari pengusaha kecil, professional rendahan,salesman, dan karyawan. Pendapatan mereka umumnya adalah sedang dan hanya dapat  menabung sedikit.
4.      Kelas Pekerja; umumnya sebagai pekerja terampil dan tanpa keterampilan. Kelompok ini umumnya memiliki angka pengangguran yang tinggi, tidak memiliki tabungan, dan prestisenya rendah.
5.      Kelas Bawah; terdiri dari orang-orang yang hidup dalam kemiskinan, misalnya penganhgguran, penganggur tak kentara, ibu-ibu telantar, dan orang miskin sakit-sakitan. Kelompok ini menderita karena tekanan ekonomi dan memiliki prestise sosial yang rendah. Sering dianggap sampah masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar